Tulisan ini merupakan bagian dari laporan kegiatan penulis ketika melakukan kegiatan penelitian evaluasi pelaksanaan kurikulum pendidikan di tanah air. Sample wilayah yang diambil untuk Jawa Timur adalah Kabupaten Kediri, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Probolingago, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan ini berlangsung dalam tahun 2006. Meski terlambat, setidaknya tulisan ini mampu memberikan sesuatu yang baru dalam hal pelaksanaan kurikulum di tanah air.

Sejarah telah menunjukkan bahwa anak-anak pada jaman Yunani Kuno telah menganggap sekolah sebagai suatu kegiatan yang mengasyikkan dan menyenangkan karena mereka dapat mempelajari berbagai hal yang ingin mereka ketahui diwaktu senggang. Hal ini mungkin membuat orang jaman itu menamainya dengan Sekolah. Sekolah yang dalam bahasa aslinya, yakni skhole, scola, scolae, atau schola berarti ‘waktu luang’ atau ‘waktu senggang’. Waktu senggang ini digunakan oleh orangtua Yunani untuk menitipkan anaknya kepada orang yang dianggap pintar agar memperoleh pengetahuan dan pendidikan tentang filsafat, alam, dan lain sebagainya.

Realitanya sekarang ini sangat bertolak belakang dengan asal muasal sekolah di atas. Kebanyakan anak maupun remaja sekarang justru menganggap sekolah sebagai beban. Menurut pengalaman saya dulu ketika masih berstatus sebagai pelajar, institusi pendidikan seperti sekolah tidak mengajarkan hal-hal yang saya anggap menarik untuk saya pelajari, melainkan mengajarkan segala pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang berlaku. Seakan-akan seluruh ajaran yang diajarkan sekolah terkurung oleh sistem kurikulum yang ada saat ini.

Hal ini tentu saja membawa berbagai efek buruk. Anak-anak yang ingin mengejar prestasi harus berusaha keras menguasai beban kurikulum yang didapat, bahkan sampai harus mengikuti berbagai les tambahan. Belum lagi ketika nanti sudah mencapai kelas 3 baik di SMP maupun SMA, anak-anak dituntut harus bisa menguasai seluruh pelajaran. Anak-anak remaja yang pasrah akan keadaan, seringkali berbuat hal yang buruk di luar jam sekolah seperti berkelahi/tawuran. Ini terjadi karena keengganan mereka untuk mempelajari hal-hal yang tidak mereka sukai. Bukan itu saja, dari pengalaman saya, tidak semua pelajaran yang saya dapat di sekolah dasar maupun menengah berguna bagi saya di perguruan tinggi, dan tidak semua pelajaran yang saya dapat di perguruan tinggi berguna di lapangan pekerjaan. Mengutip pernyataan Eka, kurikulum yang sangat tidak efektif, dan sangat banyak membuang waktu dan pikiran mengakibatkan Indonesia kekurangan sumber daya manusia yang handal.

Alternatif Solusi
Teman saya menganalogikan seperti ini, seorang guru ekonomi mungkin tidak dapat menjelaskan rumus Newton yang paling sederhana. Begitu pula seorang guru fisika, mungkin tidak mengerti dan hafal apa yang disebut sebagai Hukum Gossen dalam ekonomi. Padahal mereka sama-sama mempelajari hal tersebut ketika masih di sekolah menengah. Jadi jika saya bercita-cita untuk menjadi seorang ilmuwan fisika, haruskah saya mempelajari ekonomi sekolah menengah? Begitu pula sebaliknya, jika saya ingin menjadi ahli ekonomi, saya seharusnya tidak terlalu mendalami fisika.

Sistem pembelajaran yang dianut bangsa ini hingga saat ini adalah “Semakin dalam kita mempelajari, maka semakin sempit yang kita pelajari”. Artinya, makin tinggi pendidikan kita, makin kecil lingkup yang kita pelajari namun semakin dalam. Sistem yang seharusnya kita berikan dalam sistem pembelajaran kita adalah mempelajari lingkup yang kecil sejak dini, sehingga ketika lulus seorang murid memiliki spesialisasi yang hebat dalam lingkup yang ia pelajari, dengan tidak menyia-nyiakan kemampuannya. Jika sejak dini seorang murid diberikan pelajaran yang cocok dengan bakat dan kemampuannya dan dengan tidak memberikan beban pelajaran lain yang tidak sesuai dengan kemampuannya, maka sudah pasti murid tersebut akan merasa nyaman dan tidak seperti terpenjara pendidikannya.

Biarlah anak mempelajari fisika karena dia memang memiliki bakat dalam bidang fisika. Jika ia memiliki bakat dalam bidang ekonomi, biarlah ia mendalami ekonomi. Jika ia memiliki bakat dalam bidang olahraga, biarlah ia mendalami olahraga. Biarlah bakatnya yang menuntun ke arah mana dia harus menjalankan kehidupannya.

Disarikan dari berbagai sumber

Loading