0341-552180 fisika.fmipa@um.ac.id
Sebenarnya ketika berita ini muncul pertama kali saya sudah agak trenyuh dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana mengatasinya? Setelah beberapa hari saya juga heran kenapa institusi UM yang merupakan kandangnya pakar pendidikan tidak ada komentar sama sekali, baik di koran atau di situsnya. Apakah UM dan kita sendiri sudah kurang kepekaannya? Padahal kita seharusnya segera bersuara ketika ada kejadian memilukan tentang pendidikan yang terjadi, dimanapun hal itu terjadi, terlebih jika kejadian ini ada di halaman rumah kita

Mestinya kita malu karena tidak ada sama sekali sumbangan solusi terhadap masalah ini. Masa orang jauh yang berkoar-koar dan menyatakan kenapa orang-orang Malang dan Jawa Timur, termasuk gubernur, tidak ada aksi sama sekali (lihat di http://achmadsubechi.kompasiana.com/2009/03/22/tragedi-pendidikan/).

Anda mungkin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang saya maksud kejadian memilukan adalah adanya persitiwa penarikan bangku sekolah oleh pemborong yang tidak dibayar oleh Pemkab Malang. Dari blog kompasiana di atas saya jadi trenyuh ketika  diceritakan bahwa saat siswa sedang enak-enak belajar lalu tanpa ba-bi-bu tiba-tiba bangkunya ditarik dan dibawa keluar. Mereka syok dan menangis karena bangku tempatnya belajar sudah tidak ada. Betul-betul memilukan dan memalukan. Pemkab dan DPRD Malang pun tidak bertindak dengan cepat dan melakukan terobosan misalnya duduk bersama dengan pemborong dan membuat semacam perjanjian tertulis tentang solusi yang bisa diterima oleh mereka yang pada intinya jangan sampai siswa dirugikan. 

Berita terakhir Jawa Pos  Minggu 22 Maret 2009 situasi malah makin panas karena rekanan yang merasa sesuai spesifikasi merasa belum dibayar dan menuduh ada penggelapan. Sementara Pemkab menganggap bahwa rekanan bermasalah karena ada yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Untuk diketahui bahwa proyek ini adalah satu paket, jadi kalau ada satu elemen dari paket tersebut tidak dipenuhi maka paket gugur. Ada juga kasus pengerjaan yang molor dan digugurkan tetapi anehnya barang tetap diterima dan digunakan. Mestinya kalau digugurkan, ya barangnya dikembalikan.

Saat ini langkah awal tidak perlu mencari siapa yang salah tetapi bagaimana agar siswa bisa mendapatkan bangkunya lagi. Kalau Pemkab Malang tidak bisa melakukan terobosan karena terbentur kepada peraturan pengadaan barang maka hanya masyarakatlah yang bisa melakukannya, yaitu ayo urunan dan mencari donatur untuk membayari para perajin kayu yang belum dibayar sehingga bangku bisa dikembalikan. Saya harapkan mahasiswa bisa melakukan action dengan meminta donator atau pasang kardus sumbangan di lampu merah, atau tempat lain.