Jum’at, 15 januari 2010 yang lalu, sebuah cincin raksasa melingkari langit. Fenomena gerhana ini membuat hati terselimut rasa takjub lebih dari terpesona akan keindahannya. Rasa takjub itu karena terpukau akan kuasa Allah berupa hamparan prosedur alam yang seolah disajikan sebagiannya tuk bahan kajian ilmiah bagi jamaah_langitan (julukan untuk peneliti cosmologi). Mungkin karena aku bukan termasuk jamaah_langitan, keawaman akan fenomena cosmologis ini melarutkanku pada pemikiran betapa sulitnya mereplikasi fenomena ini di lab, yang lantas bermuara pada kalimat Allahu Akbar…laa ilaaha illallah…
Perenungan akan kebesaranNYa menyambungkan kerinduan pada penyampai wahyuNya Rasulullah Muhammad SAW, hingga terlayang pada rasa ingin tahu bagaimana sikap beliau ketika menyambut gerhana tiba. Sebuahriwayat menceritakan bahwa suatu ketika gerhana hadir saat putra beliau ibrahim dipanggilamnghadap Allah. Sebagian sahabat menghubungkan fenomena ini dengan wafatnya putra beliau, namun inilah sikap yang rosulullah pilih untuk menyambut gerhana:
“Sesungguhnya matahari dan bulan hanya salah satu tanda kebesaran Allah. Tidak terjadi gerhana pada keduanya karena kematian atau kelahiran seseorang. Oleh sebab itu, jika kalian melihat keduanya gerhana, maka bertakbirlah, berdoalah kepada Allah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah!” [HR. Muslim].
Dalam riwayat lain di Shahih Al-Bukhari juga disebutkan bahwa, setelah shalat Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya aku melihat Surga, kemudian aku mencoba memegang setangkai anggur, kalau seandainya aku dapat mengambilnya maka kalian akan memakannya selama dunia masih ada. Aku juga diperlihatkan Neraka, dan aku tidak pernah melihat pemandangan yang lebih sadis dari yang kulihat pada hari ini. Aku juga melihat bahwa isi neraka yang paling banyak adalah kaum perempuan.”
Para shahabat bertanya, “Mengapa demikian wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena mereka ingkar!” Para shahabat bertanya lagi, “Apakah mereka ingkar kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka sering mengingkari kebaikan suaminya, tidak mengakui perbuatan baik, walaupun kalian berbuat baik seumur hidup, kemudian mereka melihat sesuatu yang tidak mereka sukai dari kalian, mereka akan berkata: ‘Aku tidak melihat kebaikan padamu sedikitpun’.”
Astaghfirullaah… hentak gumamku, aku terlahir dan dipilih sebagai wanita. Allah,Arrahmaan dan Arrahiim, tentu telah memutuskan yang terbaik bagi hambaNya, juga ketika menciptakan hambaNya sebagai lelaki atau wanita. Dengan penghormatan ‘surga ditelapak kaki ibu’, tentu terdapat konsekwensi besar yang harus ditanggung juga dengan menepis kecenderungan berbuat ingkar akan kebaikan. Hadits di atas pun tidak bermaksud menghina kaum wanita, karena Rasulullah SAW sekedar memberitakan realita yang akan terjadi di Neraka kelak, sebagai nasihat agar kaum muslimah berhati-hati dalam bersikap dan bertindak-tanduk. Beliau memberikan solusi keselamatan tersebut,yaitu mafhum mukhalafah dari hadits di atas. Hendaklah wanita pandai berterimakasih kepada suaminya dan mengenang perbuatan baik orang lain. Dalam hadits yang lain disebutkan solusi yang lain yaitu, hendaknya wanita banyak bersedekah. Para ulama mengatakan bahwa dengan rajin bersedekah, wanita akan terhindar dari penyakit “Tidak tau berterimaksaih” yang membuat wanita menjadi penduduk Neraka paling banyak.
Ya Allah Tunjukilah kami, muslimah, jalan kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk menempuhnya,Tunjukkan kepada kami kebatilan dan beri kami kekuatan untuk meninggalkannya.
Catatan Eny Latifah di sudut LaFTiFA di sisi waktu yang tersisa diilhami tulisan Lalu Heri Afrizal, Lc.